Senin, 30 Juni 2008

PENDAHULUAN
Pelatihan di alam bebas, yang sering dikenal sebagai outdoor training, merupakan salah satu metode pelatihan yang cukup populer sejak tahun 1980-an (Wagner, Baldwin, Roland, 1991). Perusahaan-perusahaan besar seperti AT&T, Xerox, General Electric, dan Marriott seringkali mengirim para eksekutif ataupun staff mereka untuk mengikuti kegiatan pelatihan di alam bebas (Long, 1987). Pelatihan tipe ini menjadi terkenal karena dianggap sangat efektif untuk mencapai berbagai tujuan pelatihan, misalnya pertumbuhan individu (Galagan, 1987) dan ketrampilan manajemen organisasi (Long, 1987). Tabel di bawah ini memberikan gambaran persentase pelatihan di alam bebas yang ingin mencapai tujuan tertentu (Wagner, Baldwin, & Roland; 1991):
Team building 90%
Self esteem 50%
Kepemimpinan 40%
Ketrampilan menyelesaikan masalah 20%
Pengambilan keputusan 15%


Tulisan ini berusaha menganalisis proses belajar yang terjadi di dalam metode pelatihan di alam bebas dan mengevaluasi efektivitasnya, terutama di dalam konteks team building dalam organisasi.
PROSES BELAJAR
Dengan menggunakan berbagai teori psikologi belajar yang telah diajukan para ahli di bidang pelatihan, di bawah ini akan dibahas hal-hal yang perlu diperhatikan oleh para fasilitator pelatihan di alam bebas untuk memastikan bahwa para peserta maupun organisasi mencapai tujuannya.
Need Assessment: Memastikan bahwa pelatihan relevan
Dalam tulisan mereka, Buller, Cragun, & McEvoy (1991) mengajukan bahwa pelatihan di alam bebas yang optimal harus dimulai dengan training need analysis, misalnya berupa wawancara dengan sponsor-sponsor kunci, peserta program, atau staf SDM dari perusahaan klien. Pemikiran yang sama juga diajukan oleh Long (1987) dan Petrini (1990). Mereka mengatakan bahwa pelatihan di alam bebas harus didesain sesuai dengan kebutuhan organisasi tertentu.
Usulan ini sangat sesuai dengan best practice yang diajukan oleh Goldstein (1994), yang menyatakan bahwa langkah pertama dalam melakukan persiapan pelatihan adalah melakukan training need assessment. Hasil dari proses ini kemudian dijadikan dasar untuk menyusun tujuan, kriteria, dan desain pelatihan.

Sebuah contoh kasus dapat memperjelas fungsi dari training need analysis. Kegiatan berjalan di jembatan tali adalah salah satu kegiatan yang cukup populer dan sering diminta oleh klien ketika mereka menggunakan metode pelatihan di alam bebas. Namun, pelatih yang baik tidak akan begitu saja memenuhi permintaan ini. Kegiatan berjalan di jembatan tali bisa jadi tidak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai organisasi klien. Jika tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan individu, maka kegiatan berjalan di jembatan tali bisa dipilih karena dalam kegiatan ini individu dapat menemukan karakter-karakter pribadi yang mungkin sebelumnya tidak mereka ketahui, misalnya bagaimana mereka bersikap ketika merasa stress atau bagaimana mereka dapat mengatasi rasa takut. Namun jika tujuan pelatihan adalah team building atau kepemimpinan, kegiatan berjalan di jembatan tali tidak akan sesuai karena dalam kegiatan ini tidak banyak terjadi interaksi antar anggota kelompok, sementara interaksi sosial merupakan unsure penting dalam kegiatan team building atau kepemimpinan (Petrini, 1990).
Desain Pelatihan: Memastikan bahwa proses belajar benar terjadi
Menurut Kehoe & Bright (2003), ada empat prinsip utama yang mempengaruhi keberhasilan pelatihan: proses encoding untuk mengoptimalkan beban kognitif, memori yang membantu pembentukan skema, proses konstruktif yang mendorong interaksi antar individu, serta umpan balik yang memberikan bimbingan bagi peserta.
Keempat prinsip utama ini dapat diterapkan dalam mendesain pelatihan melalui beberapa strategi. Bagian tulisan ini akan membahas strategi-strategi yang digunakan dalam pelatihan di alam bebas.
• Beban Kognitif – Pengurutan dari yang Sederhana ke yang Rumit: Teori Beban Kognitif banyak digunakan oleh para ahli pelatihan untuk mendesain presentasi informasi yang paling optimal pada waktu pelatihan (Sweller, van Merrienboer, & Paas, 1998; Paas, Renkl, & Sweller, 2003). Dalam teori ini, salah satu hal utama yang diajukan adalah bahwa manusia memiliki kemampuan memori jangka pendek yang terbatas dan keterbatasan ini harus dipertimbangkan ketika menyusun informasi yang akan dipresentasikan di dalam pelatihan sehingga tidak terjadi kelebihan beban kognitif yang akan membuat pelatihan menjadi tidak efektif. Dalam konteks pelatihan di alam bebas, beban kognitif yang sesuai dapat dicapai melalui strategi pengurutan kegiatan, pelatihan dapat diawali dengan kegiatan yang sederhana atau mudah, dan kemudian makin lama menuju kegiatan yang makin rumit atau sulit. Petrini (1990) memberikan gambaran program pelatihan di alam bebas yang diawali dengan kegiatan yang sederhana dengan problem yang mudah diselesaikan, misalnya bagaimana caranya menyebrangi rawa-rawa beracun. Menjelang akhir program, peserta pelatihan bisa diberi tugas yang jauh lebih rumit misalnya misi SAR di mana mereka harus menggunakan berbagai ilmu yang sudah didapatkan pada kegiatan-kegiatan sebelumnya (seperti navigasi dengan kompas, mengendalikan rakit, membuat tangga dari tali untuk mengevakuasi korban, dsb). Dengan pengurutan seperti ini, peserta program dapat terhindarkan dari beban kognitif yang terlalu berat pada awal pelatihan karena beban kognitif yang terlalu berat tadi dapat memberikan pengaruh negatif pada proses belajar, hasil belajar, serta motivasi (van Merrienboer, Kirschner, & Kester, 2003).
• Proses Konstruktif – Elaborasi: Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam program pelatihan untuk memastikan terjadinya proses konstruktif adalah dengan memberikan kesempatan pada peserta pelatihan untuk mengelaborasi atau mencari hubungan antara materi pelatihan dengan KSA (Knowledge, Skill, dan Ability) yang sudah mereka miliki karena hal ini telah terbukti merupakan cara yang efektif untuk memastikan bahwa materi pelatihan akan diingat lebih baik oleh peserta (Kehoe & Bright, 2003). Dalam konteks pelatihan di alam bebas, strategi ini bisa digunakan pada semua kegiatan. Semua pelatihan hampir selalu diikuti dengan sesi debriefing di mana peserta diberikan kesempatan untuk memberikan komentar mereka mengenai apa yang terjadi dalam kegiatan-kegiatan pelatihan dan apakah kegiatan tersebut memiliki makna pribadi bagi mereka (Galagan, 1987). Fasilitator yang baik seharusnya dapat membimbing peserta untuk berdiskusi mengenai apakah kegiatan yang dilakukan relevan dengan tujuan pelatihan. Information processing dalam sesi debriefing ini seharusnya merupakan kunci dari proses belajar bagi peserta pelatihan di alam bebas (Buller, Cragun, & McEvoy, 1991).
• Bimbingan – Penggunaan Umpan Balik: Umpan balik telah disepakati oleh para ahli sebagai bagian yang sangat penting dalam proses belajar (Kehoe & Bright, 2003). Dalam program pelatihan, umpan balik seringkali tidak diberikan secara formal oleh para fasilitator, melainkan diperoleh peserta dari kritik yang diterima (perilaku benar vs tidak benar) atau instruksi (bagaimana caranya untuk melakukan perilaku yang benar). Dalam konteks pelatihan di alam bebas, fokus lebih ditekankan pada umpan balik dari sesama peserta, terutama dalam bentuk kritik. Misalnya, Galagan (1987) memberikan contoh bahwa dalam salah satu kegiatan yang didesain khusus untuk itu, peserta diminta memberikan pendapat yang jujur mengenai sesama peserta. Diskusi dengan sendirinya terarah menjadi sesi umpan balik di mana setiap orang menerima kritik mengenai perilaku mereka dalam tim atau dalam hubungan interpersonal. Cara yang tidak seekstrim itu namun juga dapat menjadi sarana umpan balik dari sesama peserta adalah dengan memanfaatkan sesi debriefing yang diadakan setelah kegiatan selesai. Kelompok dapat diminta mengevaluasi mengapa mereka berhasil atau gagal menyelesaikan tugas yang diberikan (Petrini, 1990). Dalam sesi ini, problem di dalam kelompok akan ditemukan misalnya anggota kelompok mana yang tidak membantu (Long, 1987). Umpan balik yang efektif sebaiknya menggabungkan kritik dengan instruksi (Kehoe & Bright, 2003), karena itu sesi saling mengkritik seperti digambarkan di atas biasanya akan langsung dilanjutkan dengan sesi konstruktif di mana anggota kelompok dengan bantuan dari fasilitator mencari cara-cara untuk menghindari kesalahan yang sama pada kegiatan berikutnya. Sesi konstruktif ini juga dapat berfungsi sebagai zona netral karena sesi saling mengkritik ada kemungkinan menciptakan suasana defensif yang bisa memberikan pengaruh negatif pada prestasi kelompok. Dalam zona netral ini anggota kelompok (terutama mereka yang banyak menerima kritik) diberi kesempatan untuk berkontribusi dengan cara membantu menemukan solusi yang efektif untuk problem kelompok (Long, 1987).
Transfer dan Retrieval: Memastikan bahwa Hasil Pelatihan Diterapkan di Tempat Kerja
Salah satu kelemahan utama dari kebanyakan modul pelatihan adalah hasil dari proses belajar selama di pelatihan tidak tampak membantu karyawan meningkatkan hasil kerja setelah kembali ke tempat kerja. Hal ini mungkin disebabkan karena pelatihan tidak didesain untuk dapat ditransfer ke tempat kerja dan juga di tempat kerja tidak memiliki retrieval triggers. Kedua hal ini akan dibahas dalam paragraf-paragraf berikut ini.
Hasil belajar yang tidak dapat ditransfer ke tempat kerja merupakan salah satu kelemahan utama pelatihan di alam bebas karena pengalaman di alam bebas sangat unik dan berbeda dari pengalaman bekerja sehari-hari (Buller, Cragun, & McEvoy, 1991). Kegiatan dan konteks alam bebas yang unik ini di satu pihak membantu peserta untuk merasa lebih bebas dari peran mereka sehari-hari sehingga mereka lebih berani melakukan hal-hal yang baru dibandingkan dengan pelatihan biasa di dalam kelas (Long, 1987). Namun di lain pihak, konteks alam bebas ini bisa menjadi terlalu berbeda sehingga hasil belajar tidak dapat ditransfer tanpa adanya bantuan tambahan.
Tidak adanya kemiripan fisik antara lingkungan pelatihan dengan lingkungan kerja disebut low physical fidelity dan hal ini bisa menganggu proses transfer hasil belajar yang spesifik. Dalam kasus pelatihan di alam bebas, di mana transfer yang diharapkan lebih bersifat tidak spesifik, low physical fidelity seharusnya tidak menjadi masalah besar, terutama jika fasilitator memberikan alat-alat bantu untuk memudahkan transfer hasil belajar ke situasi yang berbeda dari situasi pelatihan (Kehoe & Bright, 2003).
Alat-alat bantu yang banyak digunakan dalam konteks pelatihan di alam bebas adalah penggunakan metafora atau analogi. Transfer didasarkan pada kesamaan struktur dari dua problem, bukan kesamaan fisik (Kehoe & Bright, 2003). Long (1987) mengajukan adanya beberapa aspek dari kegiatan di alam bebas yang merupakan analogi dari kegiatan di tempat kerja, misalnya:
• Dinamika kelompok: kerja sama dalam kelompok, komunikasi, saling mendukung antar anggota, kompetisi dengan kelompok lain, memanfaatkan sudut pandang yang berbeda untuk menyelesaikan masalah, dsb.
• Tantangan dalam bidang manajemen: bagaimana mengelola kelompok yang selalu berubah, menetapkan tujuan bersama, risk management, dsb.
• Keterbatasan lingkungan: anggota kelompok yang berada di lokasi yang berbeda-beda, keterbatasan sumber daya, sistem reward yang bersifat kompetitif, dsb.
Salah satu kendala utama dalam transfer analogi adalah individu seringkali terjebak pada apa yang tampak di permukaan dan sulit menemukan inti permasalahan. Hal ini disebut masalah kontekstualisasi dan pelatihan di alam bebas dapat menggunakan hal-hal berikut untuk mengatasinya (Kehoe & Bright, 2003):
• Variasi kasus: Pelatihan di alam bebas yang baik tidak akan mengandalkan satu kegiatan saja untuk mencapai tujuan pelatihan tertentu, melainkan akan memanfaatkan beberapa kegiatan yang berbeda untuk mencapai tujuan yang sama. Misalnya, Galagan (1987) memberikan contoh kasus di mana tujuan pelatihan untuk ‘mengatasi rasa takut’ mula-mula diperkenalkan melalui kegiatan berjalan di jembatan tali dengan ketakutan fisik (takut jatuh) sebagai analogi untuk ketakutan di tempat kerja. Pada hari berikutnya, kegiatan lain pun diadakan dengan tujuan yang sama. Peserta diminta melakukan sesuatu yang kemungkinan besar akan ditertawakan oleh peserta yang lain, dan kali ini ketakutan psikologis (takut ditertawakan) yang menjadi analogi bagi ketakutan di tempat kerja.
• Mencari skema secara aktif: Strategi ini kembali memanfaatkan sesi debriefing. Peserta diminta untuk secara aktif memberikan komentar mengenai bagaimana kesimpulan yang didapatkan dari suatu kegiatan dapat diterapkan di tempat kerja (Buller, Cragun, & McEvoy, 1991). Dengan cara ini, peserta diharapkan tidak lagi terpaku pada konteks kegiatan di alam bebas melainkan memahami adanya kesamaan antara kegiatan pelatihan dengan kegiatan di tempat kerja.
• Solusi majemuk: Salah satu aspek lain yang cukup umum terdapat pada kegiatan pelatihan di alam bebas adalah tidak adanya jawaban pasti untuk masing-masing tugas yang diberikan. Dalam contoh menyebrangi rawa-rawa beracun yang telah disebutkan sebelumnya (Petrini, 1990), peserta bisa saja menciptakan jembatan gantung dari tali, menggunakan papan-papan sebagai jembatan, membuat rakit, atau menciptakan solusi lainnya selama masih memenuhi batas-batas yang diberikan fasilitator. Dengan demikian, peserta tidak terpaku mencari satu jawaban yang benar, dan dengan demikian diharapkan fokus pada kerja sama tim dapat dicapai.
Setelah peserta kembali di tempat kerja, bagaimana caranya mereka dapat ”mengingat” untuk menggunakan hasil belajar yang telah diperoleh di alam bebas? Banyak program pelatihan di alam bebas dilengkapi dengan cue yang akan membantu peserta mengubah materi pelatihan menjadi skema sehingga hasil belajar dapat segera diingat ketika situasi menuntut demikian (Kehoe & Bright, 2003).
Long (1987) memberikan contoh di mana retrieval hasil belajar dapat dilakukan dengan menggunakan cue yang sederhana seperti sepatah kata. Dalam contoh kasus yang diberikan, kata “spot” digunakan untuk mewakili kebutuhan individu untuk berhenti bekerja dan melakukan konsolidasi dengan anggota tim yang lain dengan tujuan meningkatkan kembali motivasi dan semangat kerja. Dalam kegiatan fisik, hal ini sangat relevan karena anggota tim bisa saja sewaktu-waktu berhenti dan minta “spot”. Anggota tim yang lain dapat memberikan bantuan yang dibutuhkan, entah berupa bantuan fisik (seperti bantuan mengangkat rekan yang harus memanjat pohon) atau bantuan psikologis. Ketika tim kembali ke tempat kerja, sebenarnya tidak ada tuntutan fisik untuk saling melindungi dan mendukung antar anggota tim. Namun, jika seseorang menyebutkan “spot”, anggota tim yang lain akan segera mengingat pentingnya saling mendukung antara anggota tim sehingga akan lebih mudah bagi mereka untuk memberikan dukungan psikologis yang dibutuhkan.
EVALUASI
Seperti juga metode pelatihan lainnya, keberhasilan atau kegagalan pelatihan di alam bebas hanya dapat diketauhi setelah diadakannya proses evaluasi. Sayangnya, banyak perusahaan tidak melakukan evaluasi untuk program pelatihan di alam bebas yang mereka adakan, walaupun biayanya bisa mencapai 2,000 USD per orang (Wagner, Baldwin, & Roland, 1991). Kalaupun evaluasi dilakukan, kebanyakan hanya berupa evaluasi pribadi dari peserta pelatihan, yang menurut model Kirkpatrick (Tovey, 1997) tidak reliable jika tidak digabungkan dengan evaluasi jenis lain. Persentasi penggunakan metode evaluasi berdasarkan survei yang dilakukan oleh Wagner, Baldwin, & Roland (1991) adalah sebagai berikut:
Evaluasi pribadi dari peserta 60%
Tidak ada evaluasi 45%
Program follow-up 10%
Evaluasi dari manajer 5%
Data objektif 2%
Menurut model Kirkpatrick, secara ideal seharusnya ada empat tingkatan evaluasi untuk program pelatihan; yaitu (Tovey, 1997):
• Tingkat reaksi: Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ini merupakan cara yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi pelatihan di alam bebas dan kebanyakan peserta akan memberikan rating yang sangat baik untuk jenis pelatihan seperti ini (Galagan, 1987; Petrini, 1990).
• Tingkat Pembelajaran: Penilaian biasanya dilakukan selama atau di akhir program pelatihan untuk memastikan bahwa peserta telah benar-benar mempelajari KSA yang baru. Namun, hal ini jarang sekali dilakukan pada pelatihan di alam bebas. Sesi debriefing merupakan satu-satunya sarana untuk memperoleh bukti bahwa para peserta telah memperoleh insight sesuai dengan desain dari kegiatan di alam bebas tersebut (Long, 1987).
• Perubahan perilaku atau ketrampilan: Tingkat ini berusaha mengukur perubahan yang terjadi setelah peserta kembali di tempat kerja. Roland (dalam Wagner, Baldwin, & Roland, 1991) menyebutkan adanya sebuah penelitian yang mengevaluasi transfer dari pelatihan di alam bebas ke tempat kerja untuk para manajer tingkat menengah. Para peserta pelatihan melaporkan bahwa setelah pelatihan, mereka berinteraksi secara lebih efektif baik dengan atasan maupun bawahan dan juga mereka dapat mengelola waktu dengan lebih baik. Para atasan dan bawahan mereka juga memberikan kesimpulan yang sama. Selain penelitian ini, beberapa ahli lain juga mendukung bahwa pelatihan di alam bebas memang benar-benar dapat menghasilkan perubahan di tempat kerja (Long, 1987).
• Tingkat organisasi atau prestasi kerja: Belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pelatihan jenis ini pada organisasi secara keseluruhan. Banyaknya organisasi yang memilih menggunakan pelatihan jenis ini bisa menjadi indikasi bahwa organisasi-organisasi memiliki persepsi bahwa pelatihan di alam bebas bermanfaat bagi mereka (Wagner, Baldwin, & Roland, 1991).
Walaupun jumlahnya terbatas, bukti-bukti sejauh ini tampaknya mendukung bahwa pelatihan di alam bebas merupakan tipe pelatihan yang cukup efektif. Namun hingga evaluasi yang lebih sistematis telah dilakukan, akan sangat sulit bagi kita untuk memutuskan ketrampilan kerja seperti apa yang paling efektif dikembangkan melalui pelatihan metode ini.
DAFTAR PUSTAKA
Buller, P.F., Cragun, J.R., & McEvoy, G.M. (1991). Getting the most out of outdoor training. Training and Development Journal. 45, 3, 58-66.
Galagan, P. (1987). Between two trapezes. Training and Development Journal. 41, 3, 40-48.
Goldstein, I.L. (1994) Training in work organisations. In M. Dunnette & L.M. Hough (Eds), Handbook of Industrial and Organisational Psychology (2nd ed, vol 2). (pp. 507-619). Palo Alto, CA: Consulting Psychologists Press.
Kehoe, E.J. & Bright, J.E.H. (2003) Personnel training and development. In M. O’Driscoll, P. Taylor, & T. Kalliath (Eds), Organisational Psychology in Australia and New Zealand (pp. 56-77). Melbourne: Oxford University Press.
Long, J.W. (1987). The wilderness lab comes of age. Training and Development Journal. 41, 3, 30-39.
Paas, F., Renkl, A., & Sweller, J. (2003). Cognitive load theory and instructional design: Recent developments. Educational Psychologist, 38, 1, 1-4.
Petrini, C.M. (1990). Over the river and through the woods. Training and Development Journal. 44, 5, 25-34.
Sweller, J., van Merrienboer, J.J.G., & Paas, F.G.W.C. (1998). Cognitive architecture and instructional design. Educational Psychology Review. 10, 3, 251-296.
Tovey, M.D. (1997). Training in Australia: Design, delivery, evaluation, management. Sydney: Prentice Hall.
van Merrienboer, J.J.G., Kirschner, P.A., & Kester, L. (2003). Taking the load off a learner’s mind: instructional design for complex learning. Educational Psychologist. 38, 1, 5-13.
Wagner, R.J., Baldwin, T.T., & Roland, C.C. (1991). Outdoor training: Revolution or fad? Training and Development Journal. 45, 3, 51-56.

» Lanjut

Sabtu, 28 Juni 2008

Gambar-Gambar Ilusi






» Lanjut

Indahnya Perbedaan Kepribadian Manusia


Kepribadian manusia selalu menjadi tema yang menarik untuk dicari tahu, apalagi kepribadian kita sendiri. Rasa ingin tahu tersebutlah yang lantas membuat banyak orang pergi ke psikolog untuk menjalani tes-tes kepribadian. Semua ini dilakukan demi mengetahui “seperti apa sesungguhnya diri kita ini?”

Enneagram
Selain dengan mengikuti tes-tes psikologi, ada satu metode yang bisa digunakan untuk mengetahui kepribadian yaitu menggunakan enneagram. Enneagram diartikan sebagai “sebuah gambar bertitik sembilan”. Metode ini dikabarkan telah ada sejak ratusan tahun yang lalu dan diajarkan secara lisan dalam suatu kelompok sufi di Timur Tengah, hingga akhirnya mulai berkembang di Amerika Serikat sekitar tahun 1960-an. Kepribadian manusia dalam sistem enneagram, terbagi menjadi 9 tipe. Renee Baron dan Elizabeth Wagele, lewat buku yang berjudul enneagram, berusaha untuk menjelaskan kesembilan tipe tersebut agar lebih mudah dimengerti.

Sembilan Tipe Kepribadian Manusia
Kesembilan tipe kepribadian tersebut adalah :
Tipe 1 perfeksionis
Orang dengan tipe ini termotivasi oleh kebutuhan untuk hidup dengan benar, memperbaiki diri sendiri dan orang lain dan menghindari marah.
Tipe 2 penolong
Tipe kedua dimotivasi oleh kebutuhan untuk dicintai dan dihargai, mengekspresikan perasaan positif pada orang lain, dan menghindari kesan membutuhkan.
Tipe 3 pengejar prestasi
Para pengejar prestasi termotivasi oleh kebutuhan untuk menjadi orang yang produktif, meraih kesuksesan, dan terhindar dari kegagalan.
Tipe 4 romantis
Orang tipe romantis termotivasi oleh kebutuhan untuk memahami perasaan diri sendiri serta dipahami orang lain, menemukan makna hidup, dan menghindari citra diri yang biasa-biasa saja.
Tipe 5 pengamat
Orang tipe ini termotivasi oleh kebutuhan untuk mengetahui segala sesuatu dan alam semesta, merasa cukup dengan diri sendiri dan menjaga jarak, serta menghindari kesan bodoh atau tidak memiliki jawaban.
Tipe 6 pencemas
Orang tipe 6 termotivasi oleh kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan, merasa diperhatikan, dan terhindar dari kesan pemberontak.
Tipe 7 petualang
Tipe 7 termotivasi oleh kebutuhan untuk merasa bahagia serta merencanakan hal-hal menyenangkan, memberi sumbangsih pada dunia, dan terhindar dari derita dan dukacita.
Tipe 8 pejuang
Tipe pejuang termotivasi oleh kebutuhan untuk dapat mengandalkan diri sendiri, kuat, memberi pengaruh pada dunia, dan terhindar dari kesan lemah.
Tipe 9 pendamai
Para pendamai dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjaga kedamaian, menyatu dengan orang lain dan menghindari konflik.

Panah dan Sayap
Setiap tipe pada enneagram berhubungan langsung dengan 2 tipe lainnya yang disebut sebagai panah. Tipe 1 berhubungan dengan tipe 7 dan 4, tipe 2 dengan tipe 8 dan 4, dst (lihat gambar). Dinamika hubungan antar tipe ini terjadi sebagai berikut : jika dalam keadaan rileks tipe 1 akan mengambil karakter positif dari tipe 7, dan jika dalam keadaan tertekan akan mengambil karakter negatif dari panah sebaliknya, yaitu tipe 4. Sebagai contoh, tipe 1 yang mengambil sisi positif tipe 7 tidak akan terlalu mengkritik diri serta lebih menerima diri, lebih antusias dan optimis, bertindak lebih alami dan spontan. Sedangkan jika sedang tertekan akan mengarahkan kemarahan ke dalam diri sendiri lalu menjadi depresi, hilang kepercayaan diri, dan menginginkan apa yang tidak mereka miliki. Contoh lain, tipe 2 yang sedang rileks, akan mengambil karakter positif dari tipe 4, dan jika sedang tertekan akan mengambil karakter tipe 8. Dan begitu seterusnya dinamika hubungan pada tipe-tipe lainnya.

Selain panah, kepribadian kita dapat tercampur atau terpengaruhi oleh tipe di kanan dan kiri kita. Tipe di kanan dan kiri kita ini disebut dengan sayap. Contohnya, tipe 1 dengan sayap 2 yang lebih kuat, cenderung hangat, lebih suka menolong, mengkritik dan menguasai. Sedangkan tipe 1 dengan sayap 9 lebih kuat, cenderung lebih tenang, lebih santai, objektif dan menjaga jarak.

Tipe-tipe Enneagram dan Myers-Briggs Type Indicator
Bagian akhir buku Enneagram ini berisi penjelasan tentang tipe-tipe kepribadian yang sudah diakui, yaitu [Url/ Link hanya untuk Member. ] (MBTI) dan kecocokannya dengan tipe-tipe dalam enneagram. MBTI sendiri adalah suatu inventori kepribadian yang berlandaskan pemikiran dari [Url/ Link hanya untuk Member. ], seorang psikiater asal Swiss. Inventori ini mengukur kecenderungan individu berdasarkan empat skala : ekstraversion atau introversion, sensing atau intuition, thinking atau feeling, serta judging atau perceiving. Terakhir, terdapat tabel hubungan antara sistem dalam enneagram dan MBTI.

Komentar
Ada beberapa hal yang membuat buku ini menjadi menarik untuk dibaca, seperti :
1. Buku berjudul The Enneagram Made Easy terbitan Harper San Fransisco ini, diterjemahkan dengan cukup baik sehingga tidak menyulitkan pembaca dalam memahami isinya. Walau kadang masih terdapat kesalahan dalam pengetikannya.

2. Banyak sekali ilustrasi menarik, baik penjelasan masing-masing tipe maupun perbandingan antara satu tipe dengan tipe lainnya. Tak jarang ilustrasi tersebut berisi lelucon yang mampu menciptakan suasana menyenangkan ketika membaca buku ini.


3. Di awal penjelasan tipe, ada 20 butir pernyataan yang menggambarkan tipe kepribadian tersebut. Pembaca dapat memberi ceklis pada karakteristik yang menggambarkan kepribadiannya. Pernyataan ini dapat membantu pembaca untuk menemukan tipe kepribadiannya dalam enneagram.

4. Penjelasan masing-masing tipe juga cukup banyak ragamnya, mulai dari karakter positif dan negatif tiap tipe, cara bergaul, komentar orang-orang sekitar, hingga saran dan latihan yang tepat untuk tiap tipe.

Namun, ada beberapa hal yang kurang dari buku ini, seperti :
1. Tidak jelas apakah kedua puluh pernyataan yang ada di tiap tipe, didapat menggunakan metode penyusunan alat tes yang baik, sehingga memang benar-benar mampu menggambarkan tiap tipe dengan tepat.
2. Penjelasan tentang tiga pusat dalam tubuh; jantung, perut dan kepala, dirasa kurang memadai, sehingga tidak terlalu memberikan pemahaman yang lebih terhadap kepribadian manusia.
3. Perbandingan antara tipe-tipe dalam enneagram dengan tipe-tipe jungian (MBTI) dirasa agak janggal. Ada kesan bahwa tipe-tipe jungian memang ‘ditempel’ agar pembaca semakin percaya dengan tipe-tipe dalam enneagram, sebab tipe-tipe jungian sudah ada, digunakan dan diakui secara luas sejak lama.
4. Tabel perbandingan sistem dalam enneagram dan MBTI tidak disertai penjelasan, sehingga menyulitkan pembaca untuk memahami arti tabel tersebut.
5. Sampul buku asli [Url/ Link hanya untuk Member. ] lebih menarik untuk dilihat daripada sampul buku versi indonesia yang terlalu ‘gelap’.

Kesimpulan dari saya, buku ini cocok bagi pembaca yang ingin mengenali kepribadiannya, namun tidak ingin membaca buku psikologi tentang teori kepribadian. Sebab sesuai dengan slogannya, buku ini memang bisa membantu mengenali kepribadian kita dengan cara yang lebih asyik.


Kamis, 14 September 2006 - 22:10 wib
Kadar Homoseksualitas Bergradasi

isa diterima atau tidak, dalam kehidupan kita ada sekelompok orang yang memiliki orientasi seksual berbeda.

Pada umumnya, manusia memiliki orientasi seksual terhadap lawan jenisnya. Seorang pria tertarik pada wanita, atau sebaliknya, wanita tertarik pada pria. Mereka jamak disebut sebagai kaum heteroseks.

Namun, pada orang-orang tertentu orientasi seks macam itu tidak ada atau berkadar kecil. Mereka justru (lebih) tertarik pada orang-orang sejenis. Bila pria, mereka tertarik pada sesama kaum Adam. Umumnya mereka disebut gay. Sebaliknya, yang wanita tertarik pada sesama kaum Hawa. Wanita dengan orientasi seks seperti ini disebut lesbian. Gay dan lesbian inilah yang kemudian dikelompokkan dalam kaum homoseks.

Perilaku homoseksual dapat bermanifestasi sebagai pola preferensi pasangan erotik (pembangkit libido) yang tidak pernah mengenal atau merasakan bangkitan erotik oleh pasangan berjenis kelamin lain. Semua minat afeksi (alam perasaan) dan genital (daerah erotik) tertuju pada pasangan sejenis kelamin. Perilaku macam ini dikenal sebagai homoseksual overt atau eksklusif. Pelakunya sadar akan nafsu homoseksualnya dan tidak berusaha menutupinya.

Di antara homoseksual eksklusif (homoseksual sejati) dan heteroseksual eksklusif (heteroseksual sejati) terdapat homoseksual dan heteroseksual dengan kadar berbeda. Seorang heteroseksual sejati tertarik dan terangsang hanya terhadap lawan jenis. Namun, ada pula heteroseks yang tertarik kepada sesama jenis, hanya saja kadar ketertarikannya sangat kecil sehingga hampir tak berarti. Seorang wanita heteroseks misalnya, mungkin saja mengagumi wanita seksi. Atau, pria heteroseks mungkin pula mengagumi pria lain yang berotot. Namun, bila seseorang mempunyai rasa kagum, tertarik, dan terangsang terhadap sesama jenis jauh lebih dominan, dia sudah dapat disebut homoseks.

Berdasarkan skala Kinsey, skala orientasi seksual itu bergradasi sebagai berikut:

0 = heteroseksual eksklusif

1 = heteroseksual lebih menonjol (predominan), homoseksualnya cuma kadang-kadang.

2 = heteroseksual predominan, homoseksual lebih dari kadang-kadang.

3 = heteroseksual dan homoseksual seimbang (biseksual)

4 = homoseksual predominan, heteroseksual lebih dari kadang-kadang.

5 = homoseksual predominan, heteroseksual cuma kadang-kadang.

6 = homoseksual eksklusif

Dari skala tersebut, terlihat homoseksual mempunyai berbagai bentuk. Hal yang sama juga terjadi pada heteroseksual. Selain itu ada pula yang disebut biseksual. Namun, tidak mudah untuk mengetahui seseorang biseks atau tidak. Seorang biseks sejati (melakukan hubungan seksual nyata baik dengan sesama jenis maupun dengan lain jenis) jarang sekali ditemukan. Yang biasa ditemukan adalah pria biseks yang menyukai sifat kelaki-lakian seorang wanita sekaligus menyukai sifat kewanita-wanitaan pria setipe wanita yang disukainya. Terdapat pula pria biseks yang cenderung homoseks, tetapi tertarik pada wanita dengan sifat yang sama dengan pria yang disukainya.

Juga dapat ditemukan kasus di mana seorang pria homoseks bertunangan dengan seorang wanita, namun menyukai saudara pria tunangannya. Seorang wanita biseks menyukai pria yang kewanita-wanitaan juga wanita yang kelaki-lakian. Ada pula wanita homoseks bertunangan dengan seorang pria dan menyukai saudara wanita tunangannya. Demikianlah kompleksnya relasi seorang biseks, homoseks, atau heteroseks.

Menurut Bloch, perbuatan homoseksual tanpa mentalitas homoseksual disebut pseudohomoseksual. Pada homoseksual, perbuatan merupakan produk mentalitas homoseksual. Istilah pseudohomoseksual menunjukan pada perbuatan orang-orang yang tidak bersumber pada mentalitas homoseksual tetapi dilakukan berdasarkan yang di luar impuls seksual. Heteroseksual, sebagai ciri utama kepribadian mereka, tetap bertahan. Akan tetapi, di antara mereka sering terdapat biseksualitas. Homoseksual didapat (acquired) dan temporer kebanyakan termasuk dalam kategori biseksual.

Kadang-kadang, terdapat seorang homoseksual melakukan hubungan heteroseksual untuk memperoleh keuntungan. Umpamanya terdorong perasaan berterima kasih atau kasihan. Atau, karena tidak tersedia pasangan sejenis kelamin.

Dari segi psikiatri ada dua macam homoseksual, yakni homoseksual ego sintonik (sinkron dengan egonya) dan ego distonik (tidak sinkron dengan egonya). Seorang homoseks ego sintonik adalah homoseks yang tidak merasa terganggu oleh orientasi seksualnya, tidak ada konflik bawah sadar yang ditimbulkan, serta tidak ada desakan, dorongan atau keinginan untuk mengubah orientasi seksualnya.

Hasil penelitian beberapa ahli menunjukkan, orang-orang homoseksual ego sintonik mampu mencapai status pendidikan, pekerjaan, dan ekonomi sama tingginya dengan orang-orang bukan homoseksual. Bahkan kadang-kadang lebih tinggi. Wanita homoseks dapat lebih mandiri, fleksibel, dominan, dapat mencukupi kebutuhannya sendiri, dan tenang. Kelompok homoseks ini juga tidak mengalami kecemasan dan kesulitan psikologis lebih banyak daripada para heteroseks. Pasalnya, mereka menerima dan tidak terganggu secara psikis dengan orientasi seksual mereka, sehingga mampu menjalankan fungsi sosial dan seksualnya secara efektif.

Sebaliknya, seorang homoseks ego distonik adalah homoseks yang mengeluh dan merasa terganggu akibat konflik psikis. Ia senantiasa tidak atau sedikit sekali terangsang oleh lawan jenis dan hal itu menghambatnya untuk memulai dan mempertahankan hubungan heteroseksual yang sebetulnya didambakannya. Secara terus terang ia menyatakan dorongan homoseksualnya menyebabkan dia merasa tidak disukai, cemas, dan sedih. Konflik psikis tersebut menyebabkan perasaan bersalah, kesepian, malu, cemas, dan depresi. Karenanya, homoseksual macam ini dianggap sebagai gangguan psikoseksual.

Faktor biologis dan lingkungan

Mengacu pada teori penyebab homoseksual, dr. Wimpie Pangkahila menyebutkan ada empat kemungkinan penyebab homoseksual. Pertama, faktor biologis, yakni ada kelainan di otak atau genetik. Kedua, faktor psikodinamik, yaitu adanya gangguan perkembangan psikoseksual pada masa anak-anak. Ketiga, faktor sosiokultural, yakni adat-istiadat yang memberlakukan hubungan homoseks dengan alasan tertentu yang tidak benar. Keempat, faktor lingkungan, yaitu keadaan lingkungan yang memungkinkan dan mendorong pasangan sesama jenis menjadi erat.

Sementara, menurut Budi, aktivis Gaya Nusantara , ada dua hal yang menyebabkan orang menjadi gay. Pertama, faktor bawaan atau gen, yaitu adanya ketidakseimbangan jumlah hormon pada diri seseorang sejak lahir. Jumlah hormon wanita cenderung lebih besar daripada laki-laki. Hal ini dapat berpengaruh pada sifat dan perilaku si laki-laki tersebut. Jati diri kewanitaan biasanya lebih kuat, sehingga mereka cenderung berperilaku feminin dan selalu tertarik terhadap aktivitas yang dilakukan wanita.

Laki-laki yang menjadi gay karena faktor tersebut biasanya tidak bisa kembali menjadi laki-laki dalam arti sebenarnya. Tapi, sifat gay tersebut bisa berkurang frekuensinya. Tentunya, diperlukan usaha yang keras. Misalnya, tidak bergaul lagi dengan kaum gay, punya keyakinan yang kuat, dan harus tahan segala godaan.

Kedua, faktor lingkungan, yaitu komunitasnya lebih sering bertemu dengan laki-laki dan amat jarang bertemu dengan wanita. Selain itu, ada juga dari mereka yang terlibat dalam kehidupan gay semata-mata karena gaya hidup dan materi. Biasanya mereka berawal dari coba-coba untuk berhubungan dengan sesama jenis dengan imbalan uang. Jenis gay ini bisa hilang bila mereka telah menemukan pasangan hidup wanita. Atau, mereka keluar akibat terkena penyakit kelamin. Dan juga, gay tersebut dapat kembali sebagai lelaki sepenuhnya bila punya komitmen kuat untuk menjauhi kehidupan gay.

Cemburu dan sukses

Dalam kehidupan sehari-hari, kalangan homoseks di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan Australia, sudah berani tampil ke permukaan. Bahkan, setiap tahun mereka menggelar karnaval khusus bagi mereka. Namun, di negara berkembang, termasuk Indonesia, mereka masih malu-malu kucing untuk tampil terbuka dan memproklamasikan diri sebagai homoseks. Hanya beberapa orang yang secara terang-terangan mengaku sebagai homoseks.

Meski begitu, komunitas ini memiliki tempat-tempat tertentu, di seluruh Indonesia, untuk saling bertemu. Di sanalah mereka ngeber (mejeng, mangkal, ngumpul-ngumpul, Red.). Seperti halnya kalangan heteroseks, dalam berelasi mereka mengenal perasaan cemburu dan depresi jika pasangan homonya berbuat serong dengan orang lain. Perasaan cemburu dan depresi ini dapat sedemikian besarnya sehingga yang merasa ditinggalkan dapat bunuh diri akibat depresi. Malah bisa pula membunuh pasangannya yang berselingkuh tadi. Kasus macam ini umumnya terjadi pada pasangan gay, walaupun bukan tak mungkin terjadi pada pasangan lesbian. Seorang lesbian yang berperan sebagai suami (the butch) dapat membunuh seorang pria heteroseksual yang merampas pasangannya.

Perilaku macam itu bisa dipahami karena mereka manusia biasa seperti kaum heteroseks. Homoseksual bukanlah penyakit. Homoseksual hanyalah salah satu bentuk orientasi seksual seseorang. Yang pasti, menjadi gay bukan suatu ’mimpi buruk’ dan menjadi gay juga bukan kesalahan siapa-siapa. Gay hanyalah masalah orientasi seksual, sedangkan dalam kehidupan, kita tetap manusia yang bisa berpikir, berkarya, dan berprestasi seperti manusia-manusia lain. Tak heran bila seorang gay atau lesbian sukses di profesi masing-masing. Ada yang menjadi seniman, penyiar televisi, dosen, pengusaha, atau bahkan menteri. (Gde)


Innate Talent Inventory - iTi (Test Talenta Bawaan)

Sebentar lagi Siswa-Siswi SMA Kelas X akan memilih jurusan. Sebaiknya sebelum memilih jurusan, mereka memperoleh pemahaman tentang potensi bawaan yang ada di dalam diri mereka. Guna mengetahuinya, maka mereka dapat mengikuti iTi (Innate Talent Inventory) yakni Test Talenta Bawaan (TTB). Setiap orang yang mengikuti TTB memperoleh hasil laporan potensi bawaannya yang berisi:

Hasil Laporan (Standard)
Gambaran Kepribadian (Ciri-ciri umum)
Kekuatan yang dimiliki oleh ybs- secara bawaan
Kelemahan-kelemahan Ybs- secara bawaan (bisa diubah melalui latihan pengembangan diri)
Cara pengembangan diri
Perilaku Ybs di bawah stress
Kemungkinan penyebab Stress
Keadaan (situasi) yang dinikmati oleh Ybs
Nilai-nilai pribadi Ybs
Profile lengkap kepribadian Ybs– deskripsi secara mendetail bagaimana perilaku Ybs sehari-hari
Karir (pekerjaan) yang cocok dengan Ybs sesuai dengan bakat bawaannya
Jurusan terbaik di Perguruan Tinggi yang sesuai dengan bakat bawaan Ybs

Laporan ini terdiri atas 10 - 18 halaman (tergantung pada hasil test bakat bawaan Ybs).

Hasil Laporan (Optional)
Learning Style — Gaya belajar/gaya berpikir Ybs — secara bawaan
Leadership Style — Gaya Kepemimpinan (Leadership) Ybs — secara bawaan
Communication & Relationship
Pedoman Pengembangan diri (6-10 halaman)

Tambahan Informasi:
TTB ini sudah dapat diikuti secara on line (melalui e-mail) dengan menghubungi:
admin@edutraco.com | semua proses test dan wawancara dilakukan via e-mail. Laporan hasil disampaikan melalui file elektronik pdf.

Alamat Konsultasi Individual:
Smart Mind Center - Taman Anggrek Tower 2 Lt 7 Jakarta
satu kompleks dengan Klinik Taman Anggrek (KTA)
Untuk appointment hubungi Evi telpon 021-5609432

Pusat Bimbingan & Konsultasi Psikologi (PBKP) Univeristas Tarumanagara,
Gedung K Lt. 2 - Jln Let Jen S. Parman No. 1
untuk appointment hubungi Kak Ira, Telpon 021-5671747 ext 402

Edutraco juga melayani Unit Sekolah yang ingin mengadakan test secara kelompok.
Untuk appointment atau informasi hubungi Vera 0812 102 688 00

Catatan:
Hasil test ini juga dapat membantu dalam penyelenggaraan layanan konseling, khususnya laporan lengkap profile kepribadian bawaan ybs. Tingkat akurasi test ini sebanding dengan Hasil Test MBTI dan Test DISC Profile serta Test Strengths Finder (dari GALLUP). Dari setiap peserta yang mengikuti test ini, selalu mengkonfirmasi bahwa “Benar-benar, apa yang dikatakan dalam profile kepribadiannya adalah dirinya yang sejati.”

Perbedaan TTB ini dengan Test Bakat Minat yang biasa adalah, TTB bukan hanya memotret minat (yang dipengaruhi oleh teman-teman atau pendapat orang tua anak) melainkan memotret potensi bawaan terdalam ybs, yang ada di dalam diri ybs, dan ini akan bertahan sampai akhir.

» Lanjut

Jumat, 27 Juni 2008

Mudah Cari Duit.........?


Banyak diantara Anda, dari dulu hingga sekarang, selalu beranggapan bahwa uang hanya bisa dicari dengan bekerja. Sebagai contoh, Anda atau suami Anda kebetulan lagi bokek sekali. Lalu, Anda berdua berunding, dan akhirnya memutuskan bahwa Anda atau suami harus kerja untuk mendapatkan penghasilan.
Itu memang tidak salah. Bagaimana pun, untuk mendapat uang Anda harus bekerja. Tapi yang salah adalah bahwa kalau Anda berpikir bahwa hanya Anda yang bisa bekerja. Padahal, ada pihak lain yang bisa Anda pekerjakan untuk cari uang dalam keluarga. Siapa dia?

Jika sekarang hanya Anda bekerja, maka Anda bisa minta Suami untuk bekerja juga. Jika Anda sudah punya anak yang dewasa, maka tidak ada salahnya memintanya untuk ikut membantu Anda bekerja.
Selain anggota keluarga, ada sumber penghasilan lain yang Anda bisa minta tolong untuk mencari uang. Siapa dia? Uang Anda sendiri. Betul, uang yang Anda punya sekarang, bisa Anda pekerjakan untuk ikut mencari uang sendiri.
Lho, maksudnya gimana?
Iya, katakan saja pada saat ini suami Anda bekerja. Dari pekerjaan tersebut, suami Anda bisa mendapatkan pemasukan yang rutin sekitar Rp 1,5 juta sebulan. Lalu, katakan saja Anda juga bekerja, dan bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp 1 juta per bulan. Jadi, total penghasilan Anda berdua adalah Rp 2,5 juta per bulan.
Dalam perjalanannya, Anda berdua bisa memiliki tabungan yang cukup lumayan. Besarnya - katakan saja - sebesar Rp 20 juta. Uang itu ditaruh di tabungan. Jarang sih dipakai, karena toh untuk pengeluaran bulanan Anda berdua selalu mengambilnya dari penghasilan rutin.
Sekarang pertanyaannya, kalau Anda masih ingat, berapa pemasukan rutin yang didapat untuk keluarga Anda? Jawabannya jelas: Rp 2,5 juta per bulan. Pertanyaan berikut, siapa yang bekerja untuk bisa mendapatkan Rp 2,5 juta per bulan tersebut? Jawabannya jelas: Anda dan suami Anda. Bagaimana kabarnya Rp 20 juta yang Anda punya? Nganggur. Lho, kok nganggur? Ya jelas nganggur, wong cuma ditaruh di tabungan. Bunganya toh nggak seberapa.
Kalau Anda kreatif, Anda bisa memiliki penghasilan tambahan dengan memproduktifkan sebagian dari Rp 20 juta yang Anda punya tadi. Sebagai contoh, Anda bisa memakai Rp 10 juta saja dari uang tersebut untuk Anda investasikan dan mendapatkan penghasilan tambahan yang baru, sama ibaratnya seperti kalau Anda punya anggota keluarga yang ikut bekerja menyumbang penghasilan kepada keluarga.
Masalahnya sekarang, bagaimana menginvestasikan uang tersebut supaya ia bisa menghasilkan pemasukan untuk keluarga Anda? Hanya ada dua jawabannya:
a. Menginvestasikannya ke Usaha
b. Menginvestasikannya ke Produk
Kalau Anda menginvestasikannya ke Usaha, Anda mungkin bisa mendapatkan penghasilan yang lumayan dari situ. Untuk awalnya, sambil tetap Anda melakukan pekerjaan Anda yang utama, Anda bisa menjalankan usaha tersebut dengan mengajak - katakan - anggota keluarga Anda. Lama kelamaan, setelah beberapa bulan misalnya, Anda bisa menyerahkan sepenuhnya pengelolaan usaha tersebut kepada anggota keluarga Anda, sementara Anda tetap bekerja di pekerjaan awal Anda. Dengan demikian, saat ini bukan hanya Anda yang cari uang, tapi juga uang Anda bisa 'digerakkan' untuk cari uang juga. Walaupun mungkin pada awalnya ia tetap butuh bantuan Anda untuk bisa 'digerakkan'.
Selain ke usaha, Anda juga bisa menginvestasikan uang Anda ke produk. Di sini, hasil yang Anda dapatkan mungkin lebih kecil daripada kalau Anda melakukan investasi ke usaha. Tapi, usaha awal yang Anda lakukan untuk menggerakkan uang tersebut untuk mencari uang lagi akan lebih ringan dibanding kalau Anda melakukannya lewat membuka usaha. Umumnya, produk-produk yang bisa Anda pilih untuk bisa membuat uang Anda bekerja mencari uang lagi adalah produk-produk yang minimal bisa memberikan hasil sebesar deposito. Tentunya, kalau Anda bisa mencari produk lain yang memberikan hasil lebih besar akan lebih bagus.
Jadi sekali lagi Bapak Ibu, kalau saat ini cuma Anda dan suami Anda yang bekerja cari uang, mulai sekarang jangan lagi ada anggapan bahwa cuma Anda berdua yang bisa bekerja mendapatkan uang. Tapi juga uang Anda bisa 'digerakkan' untuk mendapatkan uang lagi. Kalau Anda terus yang harus bekerja untuk cari uang, capek dong Bu! Jadi, jangan biarkan cuma Anda sendiri yang bekerja cari uang. Libatkan juga uang Anda untuk bisa cari uang juga. Bukan begitu?

» Lanjut

Banyak diantara Anda, dari dulu hingga sekarang, selalu beranggapan bahwa uang hanya bisa dicari dengan bekerja. Sebagai contoh, Anda atau suami Anda kebetulan lagi bokek sekali. Lalu, Anda berdua berunding, dan akhirnya memutuskan bahwa Anda atau suami harus kerja untuk mendapatkan penghasilan.
Itu memang tidak salah. Bagaimana pun, untuk mendapat uang Anda harus bekerja. Tapi yang salah adalah bahwa kalau Anda berpikir bahwa hanya Anda yang bisa bekerja. Padahal, ada pihak lain yang bisa Anda pekerjakan untuk cari uang dalam keluarga. Siapa dia?

Jika sekarang hanya Anda bekerja, maka Anda bisa minta Suami untuk bekerja juga. Jika Anda sudah punya anak yang dewasa, maka tidak ada salahnya memintanya untuk ikut membantu Anda bekerja.
Selain anggota keluarga, ada sumber penghasilan lain yang Anda bisa minta tolong untuk mencari uang. Siapa dia? Uang Anda sendiri. Betul, uang yang Anda punya sekarang, bisa Anda pekerjakan untuk ikut mencari uang sendiri.
Lho, maksudnya gimana?
Iya, katakan saja pada saat ini suami Anda bekerja. Dari pekerjaan tersebut, suami Anda bisa mendapatkan pemasukan yang rutin sekitar Rp 1,5 juta sebulan. Lalu, katakan saja Anda juga bekerja, dan bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp 1 juta per bulan. Jadi, total penghasilan Anda berdua adalah Rp 2,5 juta per bulan.
Dalam perjalanannya, Anda berdua bisa memiliki tabungan yang cukup lumayan. Besarnya - katakan saja - sebesar Rp 20 juta. Uang itu ditaruh di tabungan. Jarang sih dipakai, karena toh untuk pengeluaran bulanan Anda berdua selalu mengambilnya dari penghasilan rutin.
Sekarang pertanyaannya, kalau Anda masih ingat, berapa pemasukan rutin yang didapat untuk keluarga Anda? Jawabannya jelas: Rp 2,5 juta per bulan. Pertanyaan berikut, siapa yang bekerja untuk bisa mendapatkan Rp 2,5 juta per bulan tersebut? Jawabannya jelas: Anda dan suami Anda. Bagaimana kabarnya Rp 20 juta yang Anda punya? Nganggur. Lho, kok nganggur? Ya jelas nganggur, wong cuma ditaruh di tabungan. Bunganya toh nggak seberapa.
Kalau Anda kreatif, Anda bisa memiliki penghasilan tambahan dengan memproduktifkan sebagian dari Rp 20 juta yang Anda punya tadi. Sebagai contoh, Anda bisa memakai Rp 10 juta saja dari uang tersebut untuk Anda investasikan dan mendapatkan penghasilan tambahan yang baru, sama ibaratnya seperti kalau Anda punya anggota keluarga yang ikut bekerja menyumbang penghasilan kepada keluarga.
Masalahnya sekarang, bagaimana menginvestasikan uang tersebut supaya ia bisa menghasilkan pemasukan untuk keluarga Anda? Hanya ada dua jawabannya:
a. Menginvestasikannya ke Usaha
b. Menginvestasikannya ke Produk
Kalau Anda menginvestasikannya ke Usaha, Anda mungkin bisa mendapatkan penghasilan yang lumayan dari situ. Untuk awalnya, sambil tetap Anda melakukan pekerjaan Anda yang utama, Anda bisa menjalankan usaha tersebut dengan mengajak - katakan - anggota keluarga Anda. Lama kelamaan, setelah beberapa bulan misalnya, Anda bisa menyerahkan sepenuhnya pengelolaan usaha tersebut kepada anggota keluarga Anda, sementara Anda tetap bekerja di pekerjaan awal Anda. Dengan demikian, saat ini bukan hanya Anda yang cari uang, tapi juga uang Anda bisa 'digerakkan' untuk cari uang juga. Walaupun mungkin pada awalnya ia tetap butuh bantuan Anda untuk bisa 'digerakkan'.
Selain ke usaha, Anda juga bisa menginvestasikan uang Anda ke produk. Di sini, hasil yang Anda dapatkan mungkin lebih kecil daripada kalau Anda melakukan investasi ke usaha. Tapi, usaha awal yang Anda lakukan untuk menggerakkan uang tersebut untuk mencari uang lagi akan lebih ringan dibanding kalau Anda melakukannya lewat membuka usaha. Umumnya, produk-produk yang bisa Anda pilih untuk bisa membuat uang Anda bekerja mencari uang lagi adalah produk-produk yang minimal bisa memberikan hasil sebesar deposito. Tentunya, kalau Anda bisa mencari produk lain yang memberikan hasil lebih besar akan lebih bagus.
Jadi sekali lagi Bapak Ibu, kalau saat ini cuma Anda dan suami Anda yang bekerja cari uang, mulai sekarang jangan lagi ada anggapan bahwa cuma Anda berdua yang bisa bekerja mendapatkan uang. Tapi juga uang Anda bisa 'digerakkan' untuk mendapatkan uang lagi. Kalau Anda terus yang harus bekerja untuk cari uang, capek dong Bu! Jadi, jangan biarkan cuma Anda sendiri yang bekerja cari uang. Libatkan juga uang Anda untuk bisa cari uang juga. Bukan begitu?

» Lanjut

Pemakain Komputer Yang Nyaman


Komputer, Ergonomi dan Kesehatan Kerja
Kehidupan berkomputer kita saat ini tentunya sudah jauh berbeda dibandingkan dengan 7 hingga 10 tahun yang lalu di mana populasi kepemilikan komputer masih belum setinggi ini. Bila kita lihat saat ini, hampir semua aspek pekerjaan baik di sektor bisnis & perkantoran maupun industri dan manufaktur telah memanfaatkan dukungan teknologi dan perangkat komputer dengan karakteristiknya masing-masing. Nilai tambah berupa efisiensi, kemudahan, kecepatan, ketersediaan dan validitas yang mendorong kita untuk seakan semakin berlomba memanfaatkan teknologi komputer dalam berbadai aspek kehidupan termasuk juga entertainment atau hiburan dan edukasi.
Di sisi industri komputer atau IT sendiri, pengkajian dan pengembangan teknologi terus dilakukan untuk menghasilkan teknologi yang semakin powerfull, mudah digunakan, kaya fitur, dan ekonomis. Dengan kecepatan perubahan teknologi, menjadikan kita seolah-olah tidak akan pernah mendapatkan perangkat yang bisa disebut teknologi “terbaru”, karena ketika kita beli ketika itu pula telah muncul teknologi yang lebih baru lagi.

Untuk waktu-waktu mendatang, “keakraban” kita dengan perangkat komputer dipastikan semakin meningkat dan akan menjadi rekan kerja yang tak terpisahkan. Frekuensi dan durasi/ waktu interaksi kita dengan komputer-pun akan semakin bertambah. Frekuensi dan durasi interaksi tentunya ditentukan juga dengan jenis pemakaiannya, pekerjaan atau profesi dari pemakai komputer tersebut. Seorang yang bekerja sebagai typist atau sekretaris misalnya, akan memiliki frekuensi dan durasi pemakaian komputer lebih lama daripada seorang staf penjualan yang hanya memanfaatkan komputer berkala untuk membuat laporan saja. Lebih ekstrim seorang yang memang dalam bekerjanya “harus” menggunakan komputer seperti para programmer / software developer, animator, graphics designer, tentunya frekuensi dan intensitas mereka di depan komputer jauh lebih tinggi. Berdasarkan suatu survey di Amerika baru-baru ini mendapatkan fakta bahwa rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari total jam kerja mereka.
Semakin meningkatnya interaksi kita dengan perangkat komputer di satu sisi menggembirakan karena tentunya ada nilai-nilai efisiensi dan efektivitas yang akan kita peroleh, tetapi di sisi lain ada aspek yang membahayakan yang juga akan meningkat dan perlu segera kita antisipasi yaitu : kesehatan kerja. Walaupun kesehatan kerja dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi bagi orang yang memiliki intensitas pemakaian komputer tinggi, komputer menjadi faktor penyebab gangguan kesehatan yang paling tinggi.
Karakteristik gangguan kesehatan yang disebabkan oleh intensitas pemakaian komputer cenderung pada gangguan atau cidera tingkat rendah yang muncul lambat-laun setelah proses salah yang lama dan berulang (repetitif) ketika menggunakan komputer. Walaupun muncul secara evolusif, hasil akhir tetap sama berupa gangguan kesehatan yang serius seperti gangguan saraf, gangguan penglihatan, cidera otot dan pergelangan, dll. Gangguan tersebut rata-rata diakibatkan oleh kurangnya aliran darah serta ketegangan di bagian tubuh tertentu secara terus-menerus dan berulang. Hal ini bisa berlangsung bertahun-tahun sebelum gangguan itu muncul sebagai suatu cidera yang serius.
Apabila anda termasuk seorang yang memiliki intensitas pemaiaian komputer tinggi baik dalam pekerjaan maupun di luar pekerjaan maka sisi kesehatan ini penting untuk anda perhatikan secara serius mulai saat ini. Dan pemakaian komputer tidak harus ketika anda bekerja di kantor, tetapi ketika anda bermain game, browsing internet, memutar film, dll termasuk di dalamnya, sama-sama berpotensi mendapatkan gangguan kesehatan.
Dengan artikel ini saya ingin mengajak para pengguna komputer berpaling sesaat dari hingar-bingar pembahasan di sisi teknologi komputer yang seakan tiada habisnya. Kita perlu mulai menelaah dan mengkaji potensi-potensi gangguan kesehatan yang tidak kita sadari yang mungkin muncul dan mengganggu produktivitas kita.
Karena penting dan seriusnya, maka masalah gangguan kesehatan kerja semakin menjadi perhatian publik dengan menempatkannya sebagai suatu kajian ilmu tersendiri yaitu : ergonomik. Ergonomik adalah suatu ilmu terapan yang mengkaji metode atau pola kerja dan bagaimana meningkatkannya. Ergonomik akan mengkaji dan berusaha mencari kesesuaian antara kondisi fisik pekerja, lingkungan kerja dan jenis aktivitasnya. Hasilnya dapat berupa desain kerja yang lebih baik dari metode kerja, perangkat kerja, tempat kerja, dll. Hasil penelitian menyatakan bahwa penerapan ergonomi yang tepat di tempat kerja akan meningkatkan produktivitas kerja hingga 25%. Memang ergonomi sangat luas, karena semua jenis dan bentuk pekerjaan akan membutuhkan ergonomi, demikian pula dengan pekerjaan yang memanfaatkan komputer.
Ergonomi yang baik dan tepat sangatlah penting diterapkan ketika anda menggunakan komputer, untuk menghindari ketidaknyamanan dalma bekerja. Ini artinya bahwa perangkat dan tempat kerja haruslah diatur sedemikian rupa agar sesuai dengan kebutuhan dan jenis pekerjaan yang anda lakukan. Beberapa panduan berikut akan membantu anda meminimalisir ketidaknyamanan secara fisik yang selanjutnya akan dapat mengakibatkan postur tubuh dan gerakan berulang yang salah dalam bekerja.
Gangguan Kesehatan
Secara garis besar gangguan kesehatan akibat pemakaian komputer yang salah dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
• Gangguan pada bagian mata dan kepala
• Gangguan pada lengan dan tangan
• Gangguan pada leher, pundak dan punggung
Gangguan pada bagian mata dan kepala kita sering disebut dengan computer vision syndrome, mulai dari nyeri atau sakit kepala, mata kering dan iritasi, mata lelah, hingga gangguan yanglebih serius dan lebih permanen seperti kemampuan fokus mata menjadi lemah, penglihatan kabur (astigmatisma, myopi, presbyopi), pandangan ganda, hingga disorientasi warna.
Gangguan pada bagian lengan dan telapak tangan mulai dari nyeri pada pergelangan tangan karena gangguan pada otot tendon di bagian pergelangan, nyeri siku, hingga cidera yang lebih serius seperti Carpal Tunnel Syndrome yaitu terjepitnya syaraf di bagian pergelangan yang menyebabkan nyeri di sekujur tangan. Cidera ini harus segera diatasi sebelum terlambat, karena pada stadium lanjut tindakan operasi terpaksa harus dilakukan.
Kelompok gangguan lainnya berupa nyeri pada bagian leher, pundak, punggung dan pinggang. Nyeri di bagian ini sering pula mengakibatkan gangguan nyeri di bagian paha dan betis.
Berkomputer Secara Ergonomis
Berkomputer dengan menerapkan prinsip-prinsip ergonomis merupakan cara jitu dalam menghindari ketidaknyamanan yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan kesehatan seperti yang dijelaskan di atas. Berikut beberapa panduan cara kerja dan pengaturan tempat maupun perangkat kerja yang akan mampu menghindarkan anda dari ketidaknyamanan berkomputer.
Tempat kerja
Bagaimana anda mengatur elemen atau komponen tempat kerja anda sehingga sesuai dengan kebutuhan merupakan faktor paling penting untuk mendapatkan kondisi kerja yang nyaman. Luangkan waktu beberapa menit sebelum anda berkerja, pikirkan dan tentukan bagaimana layout dan posisi terbaik perangkat kerja anda (komputer, telepon, dll) dan bagaimana tempat kerja anda dapat dimanfaatkan secara efektif. Langkah ini akan dapat menghemat waktu dan tenaga anda dalam menyelesaikan pekerjaan.
Pastikan bahwa :
• Cukup tempat di meja anda untuk menata posisi yang paling nyaman untuk cpu, monitor, keyboard, mouse, printer, penyangga buku, dan piranti lainnya seperti telpon, dll
• Atur meja anda dengan mempertimbangkan bagaimana perangkat itu akan digunakan. Perangkat yang paling sering digunakan seperti mouse dan telepon, tempatkan di posisi yang paling mudah dijangkau.
• Atur pencahayaan ruang kerja anda secara optimal, cahaya yang terlalu kuat mengakibatkan tampilan monitor tidak tajam, cahaya rendah potensi menyebabkan gangguan pada mata anda. Hindari lampu yang menyorot langsung ke monitor karena akan memunculkan pantulan di layar. Usahakan posisi sejajar terhadap jendela, jangan berhadapan atau membelakangi.
• Buku, laporan, atau bahan cetakan lain yang dibutuhkan dalam bekerja dengan komputer sebaiknya diletakkan di dekat monitor. Bisa di bawah atau disampingnya.
Kursi
Kursi salah satu komponen penting di tempat kerja anda. Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yangbaik dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilih kursi yang nyaman, dapat diatur, dan memiliki penyangga punggung.
Aturlah kursi sebagai berikut sehingga :
• Paha anda dalam posisi horisontal dan punggung bagian bawah atau pinggang anda terdukung. Tanpa ini, punggung dan pinggang anda berpotensi mendapatkan gangguan.
• Bila kursi kurang dapat diatur, bagian bawah punggung dapat dibantu dengan diberi bantal.
• Telapak kaki anda harus dapat menumpu secara rata di lantai ketika duduk dan ketika menggunakan keyboard. Apabila tidak dapat maka kursi anda mungkin terlalu tinggi dan anda dapat manfaatkan penyangga kaki.
Kadang-kadang ubahlah posisi duduk anda selama bekerja karena duduk dalam posisi tetap dalam jangka lama akan mempercepat ketidaknyamanan.
Keyboard
Sebagai perangkat input, perangkat ini mutlak diperlukan dan selalu kita pegang ketika kita bekerja dengan komputer. Untuk pemakaian yang nyaman usahakan dalam posisi sebagai berikut:
• Posisikan keyboard sehingga lengan anda dalam posisi relaks dan nyaman, dan lengan bagian depan dalam posisi horisontal
• Pundak anda dalam posisi relaks tidak tegang dan terangkat ke atas.
• Pergelangan tangan harus lurus, tidak menekuk ke atas atau kebawah.
• Ketika mengetik tangan harus ikut bergeser kekiri kanan sehingga jari tidak dipaksa meraih tombol-tombol yang dimaksud.
• Jangan memukul tombol, tekan tombol secara halussehingga tangan dan jari anda tetap relaks.
• Perimbangkan untuk memanfaatkan keyboard ergonomik yang dirancang untuk dapat diatur sesuai ukuran jari dan posisi lengan.
• Manfaatkan fitur shortcut dan macro untuk melakukan suatu aktivitas di komputer. Misal ; Ctrl+C untuk menyimpan. Shortcut / macro akan mampu mengurangi aktivitas penekanan tombol.
Seperti penjelasan di atas, postur dan posisi yang salah dalam pemakaian keyboard maupun mouse potensi menyebabkan gangguan Carpal Tunnel Syndrome.
Mouse
• Tempatkan mouse dekat dan di permukaan yang sama dengan keyboard sehingga anda dapat meraih dan menggunakannya tanpa harus meregangkan tangan ke posisi yang berbeda
• Pegang mouse secara ringan dan klik dengan tegas. Gerakkan mouse dengan lengan, jangan hanya dengan pergelangan anda. Jangan tumpukan pergelangan atau lengan bagian depan di meja ketika anda menggerakkan mouse
• Untuk jenis rolling-ball mouse ,bersihkan mouse secara periodik karena mouse yang kotor akan mengganggu pergerakan kursor dan menyebabkan pergelangan menjadi tegang.
• Pertimbangkan untuk menggunakan scroll-point mouse, sehingga gerakan scrolling di layar dapat lebih mudah dilakukan.
• Gunakan optical mouse untuk memperoleh gerakan kursor yang lebih presisi. Pekerjaan di bidang Cad/grafis sebaiknya menggunakan mouse jenis ini. Usaha untuk mengarahkan kursor secara presisi akan cenderung meningkatkan ketegangan di otot lengan dan bahu.
Monitor
• Posisi layar monitor sedemikian rupa sehingga dapat meminimalisir pantulan cahaya dari lampu, jendela atau sumber cahaya lainnya. Apabila tidak memungkinkan untuk mengatur posisi layar monitor, pertimbangkan untuk memasang filter di depan layar monitor
• Untuk kenyamanan, atur monitor sehingga mata anda sama tingginya dengan tepi atas layar, sekitar 5-6cm di bawah bagian atas casing monitor. Monitor yang terlalu rendah akan menyebabkan leher dan pundak anda nyeri.
• Atur posisi sehingga jarak anda dan monitor berkisar 50cm – 60 cm. Monitor yagn terlalu dekat mengakibatkan mata anda tegang, cepat lelah, dan potensi gangguan penglihatan
• Posisi monitor tepat lurus di depan anda, jangan sampai memaksa kepala anda menoleh untuk melihat layar.
• Sedikit tengadahkan monitor sehingga bagian atas monitor sedikit kebelakang.
• Atur level brightness dan contrast monitor senyaman mungkin. Jangan terlalu redup jangan terlalu terang. Ketika kondisi cahaya di ruang anda berubah, sesuaikan lagi brightness dan contrast monitor
• Bersihkan layar monitor secara periodik. Layar yang kotor akan menimbulkan efek pantulan dan tampilan buram.
• Apabila anda mengalami kesulitan untuk melihat tampilan layar dengan jarak 50-60 cm, coba besarkan tampilan atau resolusi layar. Apabila resolusi 1024x768 terlalu kecil, ubah ke 800x600. Juga atur warna dan ukuran font apabila perlu
Cara Berkomputer
• Variasilah dalam bekerja dan istirahat atau break secara periodik. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan kelelahan dan ketidaknyamanan. Ikuti aturan 20/20/20, yaitu : setiap 20 menit bekerja, break selama 20 detik, dengan alihkan pandangan ke jarak ± 6m
• Mengambil napas merupakan fungsi yang otomatis, tetapi ketika kita berkonsentrasi di depan layar monitor cenderung sering menahan napas, terlebih apabila pekerjaan kita diburu waktu. Ambil beberapa detik untuk menarik napas panjang.
• Jangan lupa kedipkan mata anda saat memandang layar komputer. Ketika memandang layar monitor, kita cenderung akan lebih jarang berkedip daripada ketika kita bekerja dalam jarak dekat lainnya , misal : menulis surat di kertas, dll. Berkediplah dengan dengan penuh dan sering. Bisa dipertimbangkan juga untuk memasang reminder atau pengingat di layar.
• Jangan lupa untuk memeriksakan mata anda secara rutin, ukurlah jarak pandang anda dan lakukan konsultasi ke dokter mata anda
Kebisingan dan Radiasi
Perangkat komputer merupakan perangkat elektronis yang telah didesain untuk digunakan di lingkungan perkantoran yang tenang (quiet office environtment). Standar kebisingan yang aman untuk pemakaian perangkat elektronik adalah 40-45 dB di jarak 1 m dari sumber. Untuk perangkat komputer saat ini, sumber kebisingan utama lebih pada CPU. Di waktu lalu, monitor CRT memegang peran penting sebagai sumber kebisingan, tetapi saat ini monitor hadir dengan sweep rate frekeuensi tinggi (30 Khz atau lebih) hingga monitor LCD yang lebih tenang dan ramah. Kebisingan dari CPU sebagian besar disebabkan suara colling fan baik cooling fan power unit, processor, display adapter dan piringan harddisk.
Langkah antisipasi tentunya adalah pemilihan perangkat yang memenuhi standar kebisingan yang ditetapkan. Khususnya untuk perangkat CPU rakitan, perlu dicermati aspek ini. Untuk perangkat yang telah kita miliki, dapat dipertimbangkan untuk menata letak CPU sehingga dapat mengurangi tingkat kebisingannya.
Radiasi dari perangkat komputer lebih pada komponen VDT atau Visual Display Terminal dalam hal ini monitor. Seperti halnya televisi, radasi berupa gelombang elektromagnetik dihasilkan dari monitor, dari bagian CRT (Cathode ray tubes) dan komponen elektronis lainnya. Tetapi berdasarkan riset, kontribusi radiasi baik jenis ionizing maupun no-ionizing dari pemakaian perangkat VDT (monitor) selama rata-rata 8 jam/hari sangatlah kecil dibandingkan dengan kontribusi radiasi dari consumer product lainnya (reff:www.lenovo.com).
Karena telah ditetapkannya standar internasional untuk emisi radiasi yang aman, maka pemilihan perangkat komputer harus memperhatikan apakah telah mengikuti dan sesuai dengan standar radiasi yang berlaku, khususnya untuk perangkat monitor.
Sekali lagi, masalah kesehatan berkomputer saat ini masih kurang atau belum mendapat perhatian dari para pengguna komputer. Kita masih terlalu asyik pada tahapan bagaimana memiliki perangkat komputer, bagaimana memanfaatkan komputer, apa teknologi tercanggih yang harus dimiliki, dll. Apabila kesadaran ini tidak segera digugah dan dimunculkan, maka di kurun waktu 3 – 5 tahun kedepan dampaknya pasti akan dirasakan oleh para pengguna komputer termasuk kita. Dan yang perlu kita beri perhatian khusus adalah anak-anak dan para remaja yang saat ini semakin akrab dengan komputer. Kesadaran berkomputer secara sehat akan menghindarkan mereka dari keharusan menggunakan kacamata secara dini, kelainan pada postur tubuh, cidera berkepanjangan, dll
Selesai

» Lanjut

Kamis, 26 Juni 2008

Permainan Lucu


Psikotest dari Jepang.... you'll be surprised

Dear all, untuk mencairkan sedikit suasana di forum ini (Habis kebanyakan topik yg berat2 ) maka, gw posting psikotest dari Jepang yg di terjemahin ke Bahasa Indonesia, coba deh di isi sebentar, hasilnya cukup fun loh... kebetulan hasilnya juga banyak yang bener pas gw coba, bagaimana dengan anda ? Janji jangan lihat jawabannya ya, .. dan jangan kelamaan mikirnya, cukup tulis yg pertama terlintas dibenak anda. That's the whole point...here it goes :

Pertama-tama siapkan bolpen dan kertas.
Waktu memilih nama, anda harus memilih orang
yang anda kenal. Jangan terlalu banyak mikir,
tulislah apa yang ada di kepala anda.


INGAT : Maju satu paragraf per paragraf...
Kalau anda membaca kelanjutannya, Permohonan
anda tidak akan terkabul.

1.. Pertama-tama tulis angka 1 sampai sebelas dikertas anda secaravertikal(atas ke bawah)


2.. Tulis angka yang paling kamu senang (antara 1-11) disebelah angka No.1 dan 2


3.. Tulis 2 nama orang (lawan jenis) yang kamu
kenal, masing-masing di No.3 dan No.7


4.. Tulis 3 nama orang yang kamu kenal di No.4, 5,
dan 6. Disini kamu boleh menulis nama orang di
keluarga, teman, kenalan. Siapapun OK. Cumaharus yang kamu kenal


5.. Di no.8, 9, 10 dan 11 kamu tulis nama judul
lagu yang berbeda-beda


6.. Terakhir, tulis kamu punya permohonan.
(Kamu minta permohonan )

Sudah???...... kalau sudah semua, coba lihat dibawah hasilnya




DAN HASILNYA ADALAH .... :

1.. Anda harus memberitahu ke orang yang anda
tulis di No. 7 tentang psi kotest ini.

2.. Orang yang anda tulis di No.3 adalah orang
yang kamu cintai.

3.. Orang yang anda tulis di No.7 adalah orang
yang kamu suka, tetapi bertepuk sebelah tangan.

4.. Orang yang anda tulis di No.4 adalah orang
yang anda rasa paling penting bagi anda.

5.. Orang yang anda tulis di No.5 adalah orang yang paling mengerti tentang anda.

6.. Orang yang anda tulis di No. 6 adalah orang
yang membawa keberuntungan pada anda.

7.. Lagu yang anda tulis di no. 8 adalah lagu yang
ditujukan untuk orang No.3

8.. Lagu yang anda tulis di no.9 adalah lagu yang
ditujukan untuk orangNo.7

9.. Lagu yang anda tulis di no.10 adalah lagu yang
melukiskan apa yang ada di hati anda.

10.. Terakhir, lagu yang anda tulis di No.11 adalah
agu yang melukiskan hidup anda.

BAGAIMANA APAKAH CUKUP JITU ?????


» Lanjut

“Mimpi Indah” Pendidikan Indonesia

Di setiap tahun, tepatnya di setiap tanggal 2 mei, bangsa ini terlebih khususnya bagi yang peduli dengan yang namanya pendidikan selalu memperingati yang namanya Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), rasanya di sini kita perlu kembali merenung, apakah selama ini arti penting pendidikan masih terpancang kuat atau justru telah tergeser jauh ?….

Pertanyaan tersebut muncul karena dalam realitas empiris sangat tampak fenomena pengembangan pendidikan yang paradok. Di satu sisi, memang tampak upaya keras untuk memajukan pendidikan dengan menerapkan sistem yang dipandang representatif dan mutakhir. Namun, di sisi lain, secara tersadari atau tidak, tampak juga pengingkaran terhadap semangat pendidikan.

Dalam kilas historis, pemikiran pendidikan yang dulu pernah dilontarkan oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara tampaknya kini semakin pudar. Misalnya saja, generasi kita kini sepertinya semakin asing dengan satu pemikiran tokoh itu, yakni ing ngarsa sung tuladha, ing madya mbangun kersa, tut wuri handayani. Padahal, di dalam untaian kata tersebut tersirat nilai kebijaksanaan pendidikan yang tak hanya berarti kepandaian.

Mangunwijaya juga pernah menyatakan, pendidikan tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga memerdekakan manusia. Ada juga yang menyatakan bahwa pendidikan bertujuan mendewasakan, menghasilkan manusia sebagai agent of change. Tentu masih banyak pemikiran bijak pendidikan lainnya.

Namun, berbagai pemikiran tentang pendidikan itu tampaknya belum cukup kuat untuk menghadang arus besar yang memosisikan pendidikan sekadar sebagai wahana guna mendapatkan pekerjaan dan mendapatkan uang. Akibatnya, indikator keberhasilan pendidikan yang digunakan kemudian hanyalah indikator hasil dan mengabaikan indikator proses.

Dalam sebuah tes, misalnya, jika jawaban terakhirnya salah, hasilnya salah semua dan tidak dapat nilai, tak peduli bagaimana prosesnya. Padahal, ada proses yang seharusnya juga dihargai dalam penilaian. Mengapa proses? Sebab, dalam proses, dapat diketahui kemampuan konkret proses-proses menjadi (becoming). Contohnya, tentu menjadi sulit saat guru tak diberi otonomi dalam penilaian siswa. Padahal, gurulah yang senyatanya sehari-hari mengetahui tingkat kemajuan siswanya.

Pro-kontra atas pelaksanaan ujian nasional (UN) juga masih berlangsung. Sementara itu, penilaian benar-salah dengan teknologi komputer masih mendominasi sehingga menghilangkan peran guru dalam melaksanakan penilaian utuh kepada siswanya. Penilaian dengan komputerisasi memang praktis, tapi sekaligus membuat guru tak dapat melihat sisi-sisi kemanusiaan siswa dalam proses pendidikan.

Tentunya, pendidikan bukan hanya perkara bisa atau tidak, benar atau salah. Tidak hanya sebatas itu, pendidikan harus dapat membina dan menghasilkan manusia unggul (man of excellent) yang tidak hilang kemanusiaannya. Yakni, manusia yang pintar, kreatif, inovatif, dan bijak. Dengan kata lain, pendidikan holistik (holistic education). Pendidikan holistik tersebut menuntut pertimbangan perkembangan psikologi manusia.

Pendidikan yang ideal tentu saja tidak instan, melainkan yang proses pendidikannya sesuai dengan perkembangan psikologinya. Misalnya, anak yang sejak kecil terjejali oleh pelajaran yang tak sesuai dengan perkembangan kepribadiannya bisa mengalami dampak traumatik. Itu dapat membuat anak antipati untuk menempuh pendidikan selanjutnya.


Waktu anak yang setiap hari terbebani penuh untuk belajar dan les-les dapat menghilangkan kesempatan anak dalam mengalami dan menikmati masa kanak-kanaknya. Karena itu, perlu dipikirkan manajemen pendidikan anak yang humanis sehingga mereka enjoy dan menikmati proses pendidikan tersebut.

Hakikat pendidikan memanusia adalah pendidikan yang mencerdaskan dan membijaksanakan. Pendidikan yang menjadikan anak pintar sekaligus memiliki personality baik. Pendidikan yang memberikan kesempatan secara proporsional untuk bertumbuh-kembangnya kemanusiaan anak. Karena itu, proses internalisasi primer dan sekunder yang pasti dialami oleh setiap anak manusia juga harus dilalui dengan wajar dalam pendidikan tersebut dan jangan sampai terjadi secara tak wajar.

Ketidakwajaran yang terjadi dalam proses pendidikan mungkin dapat menghasilkan manusia-manusia pintar. Tapi, hal tersebut akan melenyapkan keberadaan dirinya sebagai manusia yang memanusia. Jika bangsa ini semakin dipenuhi dengan individu-individu pintar namun tak memanusia, tak memiliki personality baik, tak memiliki jiwa kebangsaan, dan seterusnya, pendidikan tak akan mampu membangun peradaban bangsa yang baik juga. Itu hanya akan terhenti sebagai artefak cita-cita utopis.

Jika mengingat lagi pemikiran para tokoh pendidikan seperti Dewantara, Freire, dan Mangunwijaya, aspek pendidikan jelas memberikan sumbangsih terbesar bagi terbangunnya peradaban sebuah bangsa (nation). Tak ada satu pun bangsa beradab di dunia yang dibangun tanpa pendidikan bangsanya. Tak ada bangsa maju di dunia yang mengabaikan peningkatan pendidikannya. Setiap bangsa maju pasti ditopang oleh pendidikan berkualitas.

Karena itu, jika sebuah bangsa kurang memperhatikan peningkatan pendidikan, bangsa tersebut pasti terbelakang. Dengan demikian, peningkatan pendidikan menjadi harga mutlak. Dalam bangsa, kita memang harus senantiasa mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan, baik secara top-down maupun bottom-up.

» Lanjut

Kata Mutiara

http://tanpatinta.blogspot.com/ Kata Bijak hari Ini: Selanjutnya

Panduan Jiwa

Coretan


Free chat widget @ ShoutMix