Jumat, 04 Juli 2008

Ide Mudah tapi Gak Gampang


MENGEMBANGKAN lahan pantai menjadi areal pertanian, peternakan, pariwisata, sekaligus perkampungan nelayan di pesisir selatan Kulon Progo yang minim fasilitas bukan pekerjaan mudah. Pemerintah harus mengintegrasikan keempatnya dengan baik agar tidak terjadi konflik kepentingan.

Roso Witjaksono SP MSi, dosen Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Gadjah Mada yang ikut mengembangkan pertanian pantai di Bugel, mengatakan, sebenarnya rencana pemerintah mengembangkan sektor pertanian, peternakan, pariwisata, dan perikanan laut di satu lokasi adalah ide yang cukup baik. Namun, pemerintah harus membuat studi kelayakan yang matang terlebih dahulu.

Pemerintah harus menyosialisasikan rencana itu secara baik kepada petani yang lebih dulu menggarap lahan itu. Ini harus dilakukan agar mereka siap menerima proyek itu dan kehadiran transmigran dari daerah lain. Jika tidak, proyek transmigrasi akan ditolak. Kehadiran transmigran di lokasi itu juga akan memicu konflik. Petani merasa tanah yang mereka garap selama bertahun-tahun dirampas oleh transmigran. Padahal, tanah bagi petani merupakan sumber kehidupan mereka.

Penolakan petani dianggap Roso sebagai sesuatu yang wajar sebab mereka telanjur menanam modal uang dan tenaga cukup besar untuk mengolah lahan pasir menjadi lahan pertanian. Karena itu, jika pemerintah ingin membangun proyek di lokasi yang sama, pemerintah harus memberi kompensasi yang pantas.

Pemerintah juga harus memberikan peluang kepada petani penggarap yang lahannya dipakai sebagai areal transmigrasi untuk membuka lahan pertanian di tempat lain. Pemerintah harus memberikan bantuan modal dan fasilitas pengganti kepada petani, terutama jaringan irigasi.

Ditanya apakah rencana pemerintah mengembangkan pertanian, peternakan, perikanan laut, dan pariwisata di satu lokasi dapat berjalan? Roso mengatakan, itu bergantung pada manusianya.

Menurut Roso, membentuk petani sekaligus nelayan, petani sekaligus peternak, dan petani sekaligus pelaku pariwisata bukan pekerjaan mudah. Dari pengalaman di Bugel, misalnya, sangat sedikit transmigran yang berasal dari kultur agraris mampu menjadi nelayan yang baik. Pemerintah tidak akan berhasil membentuk petani menjadi nelayan hanya dengan memberi keterampilan melaut. Pemerintah juga harus mengubah sikap mental dan cara hidup mereka dari petani menjadi nelayan.

Dody Kastono SP MP, agronomis, dari Fakultas Pertanian UGM yang juga terlibat dalam mengembangkan pertanian pantai di Bugel, mengatakan sangat sulit menjalankan aktivitas pertanian dan nelayan sekaligus. "Salah satunya harus dilakukan sekadar untuk sambilan. Itu berarti salah satunya tidak memberikan hasil optimal," katanya.

Konsep itu bisa dijalankan jika sebagian anggota keluarga transmigran mengelola pertanian, sebagian lagi menjadi nelayan. Masalahnya, keluarga transmigran umumnya adalah keluarga baru dengan dua atau tiga anggota keluarga.

Sebaiknya konsep pengembangan pesisir selatan Kulon Progo lebih terfokus. Dia menilai kawasan itu sangat cocok dijadikan sebagai pusat agroindustri tanpa perlu ada areal transmigrasi.

Lahan pasir yang digarap petani selama ini, setiap 1.000 meter persegi menghasilkan 1,1 ton cabai merah keriting dengan potensi keuntungan Rp 2,1 juta. Selain itu, setiap 1.000 meter persegi lahan pasir juga bisa menghasilkan 800 semangka dengan potensi keuntungannya sekitar Rp 575.000 sekali panen.

Saat ini petani di lahan pasir sebenarnya hanya menginginkan pemerintah menciptakan pasar bagi produk pertanian mereka, bukan mendirikan areal transmigrasi yang justru menyingkirkan mereka




0 komentar:

Kata Mutiara

http://tanpatinta.blogspot.com/ Kata Bijak hari Ini: Selanjutnya

Panduan Jiwa

Coretan


Free chat widget @ ShoutMix